Tuesday, April 28, 2015

Kertas Putih

Aku pernah berkata , kisah ku terbagi oleh senja. Selalu menyisipkan elegy di tiap kisahnya. Aku menganggap Tak seorang pun yang tau dan tak mau tau, ada keegoisan yang tersirat dalam benak ku. Memang aku yang membagi kisah ku bersama senja. Melankolia terkesan sendu dan puitis, tapi tak semua nya berunsur seperti itu.
Mengandaikan merajut kisah berbagi perasaan dengan sebuah sinar yang menyorot mata dan hampir hilang tenggelam. Keindahaan nya memang terletak pada titik penghabisan. Mengapa aku sangat menikmati warna akhir yang di tinggalkan matahari, hingga jingga yang menyatu dengan biru dan kelabu atau terkadang cahaya emas yang menyilaukan mata semburat biru laut. Kenikmatan yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Bisa ku katakan bahwa kenikmatan yang ku rasakan bisa melebihi kenikmatan duniawi. Berfikir kenikmatan itu hanya sesaat saja, ya hanya waktu itu. Tak bisakah kau bayangkan rasanya hingga titik ternikmat itu berulang kali walaupun kau telah melewati jangka waktu yang lama tuk tak menikmatinya secara langsung.Aku adalah setengah, setengah adalah aku. Kebingungan menjerembab hingga ubun-ubun ku. Ya, gaya bahasa mulut dan tubuhku mengikuti semua apa yag sedang ku pikirkan.

Cermin itu memantulkan bayangan yang sebenarnya tak benar-benar ku pahami. Aku lelah  untuk melihat ke cermin, sebagian diriku berada di dalamnya dan aku yang sebenarnya mengapung. mengoyakkan cermin itu hingga pecah berderai hingga serpihannya tak mampu ku satukan. Ternyata dia menyatu dengan sendirinya seperti magnet yang menghubungkan semua serpihan. Untung saja banyak kutub yang menolak, jadi tak benar-benar utuh dan seperti cermin yang sebelumnya. Itu benar-benar mengganggu ku karena cermin itu menempel tepat di belakangku sekarang. Mungkin bisa jadi spion yang berada di sana, sehingga harus menengok ke belakang sesaat tuk melihat kaca yang tak sempurna dan tak utuh lagi.

                                                ………..

No comments:

Post a Comment