Monday, May 4, 2015

Angels in America



Malam penerbangann ke San Francisco.Mengejar bulan di seluruh Amerika. Astaga! sudah bertahun-tahun ketika terakhir kali berada di pesawat. Ketika terbang 35.000 kaki, kita mencapai lapisan udara.. Sabuk besar dari udara yang tenang. Sedekat mungkin menuju Ozone. Aku bermimpi kita berada di sana. pesawat melewati lapisan udara.. udara yang aman dan mencapai tepi luar.. ozon yang compang-camping dan robek.. bagian dari kain tipis tua..menakutkan. Tapi aku melihat sesuatu yang hanya bisa dilihat oleh ku.. karena kemampuan menakjubkan ku untuk melihat hal hal unik.
jiwa yang melayang..dari bumi nun jauh di bawah.. jiwa orang mati,orang orang yang telah binasa dari kelaparan, perang, dari wabah.. dan mereka melayang terbalik. Tungkai bertolak pinggang, mendorong dan berputar. Dan jiwa jiwa ini berangkat berpegangan tangan..
Pergelangan kaki menggenggam dan membentuk sarang laba laba, jaring jiwa. Dan jiwa-jiwa terdiri dari tiga atom oksigen molekul ozon.. dan tepi luar menyerap mereka dan memperbaharui. Tak ada yang hilang selamanya.
Di dunia ini, ada semacam kemajuan menyakitkan. Kerinduan untuk apa yang sudah kita tinggalkan..dan kita impikan.
setidaknya kupikir begitu.
Selesai.


Thursday, April 30, 2015

Peri Biru


Bermula saat aku menjadi peri biru terbang dan menghempas tiap pohon yang ada. Terbang semakin tinggi hingga mampu melihat alam bawah ku dengan langkah kecil berderap.Pohon-pohon rindang bertingkat di pinggiran bukit itu, rumah kayu dengan sedikit temeram cahaya kecil, jalan yang berliku di pinggiran jurang mampu ku lihat. Serempak oleh suara tetesan embun sejati di tiap pucuk ranting yang berada di sekeliling ku. Sebilah belati ada di tangan ku sebagai bekal perjalanan yang berliku dan masih tertutup oleh ranting-ranting. Pandangan ku terhalang tapi masih jelas untuk menerka di banyak celah yang berada di depan. Penyihir berjubah hitam berwajah setengah iblis membuntuti ku dengan sapu terbangnya yang usang tak terawat. Dia tersenyum jahat menyiratkan sesuatu yang mengancamku. Aku terus menghindar, semakin ku kayuh tangan dan ku dorong badan ku membelah angin. Tepat di tiap tikungan tajam serasa adrenalin ku semakin terpicu untuk menambah kecepatan. Ku todongkan sebilah belati ke arahnya namun dia mampu menghindar. Aku terus melesat hingga sampai pada tingginya awan.

Menuju tanah lapang aku mendarat tepat di depan kerumunan orang yang merayakan pesta. Terlihat kereta kuda yang berhenti di depan rumah besar bak istana kerajaan. Nafas masih tak beraturan jantungku pun berdebar, pandanganku memburu siap sudut ruangan dalam rumah yang berkaca tinggi. Pintu yang terbuat dari besi itu terbuka lebar seolah mempersilakan ku tuk masuk. Aku melihat beberapa wajah yang tak asing bagi ku di antara riuhnya orang yang bergerombol menikmati pesta. Segera ku memasuki ruangan, melihat banyak meja yang dihiasi aneka makanan dan minuman. Tak terasasa sudah di ujung ruangan itu terpentok tembok. Suara samar samar memanggil menandakan waktunya aku untuk berjabat tangan dengan Raja dan Ratu di sana. Aku mengelak lalu kembali lagi di antara meja meja penuh makanan. Tak lama kemudian ada seseorang menghampiri ku. Sesosok bertubuh kecil bertopi lonceng dan bersepatu ala timur  memegang longkat kecil dan beberapa mainan. Dia menyapa ku dengan wajah tersenyum riang. Pertama dia memberiku  senjata berupa pedang anggar, namun tak dapat ku gunakan. Kemudian Ia memberi ku bola karet berserabut akar namun akupun tak dapat menggunakannya dengan baik. Terakhir Ia memberiku tongkat tak terlalu panjang dan tak terlalu pendek. Sepertinya mudah untuk menggunakan tongkat itu.
Tapi lelaki bertubuh kecil dan bertopi lonceng ini memberi ku mantra untuk menggunakan tongkat ini.


"I can make you fun because I'm funny, and I can make you fat because I'm hungry"
Aku tak sabar keluar dari gedung yang megah itu, lalu aku berlari menuju pintu dan ku lihat tanah lapang tepat di halaman area gedung megah ini di penuhi prajurit dan orang-orang yang sedang berbaris untuk melakukan upacara. Di iringi kereta kuda dan barisan pemain musik tiup upacara penyambutan dimulai. Aku berlari sambil melompat tinggi lalu ku kayuh tangan dan kaki ku ke atas hingga badan ku mulai naik di udara. Melihat keramaian dengan kedamaian saat terbang rasanya tenang. Namun tak beberapa lama kemudian penyihir berpakaian hitam lusuh dan sapu terbangnya datang dan menyihir semua orang semaunya menjadi beku tak bergerak. Aku terus terbang mengelilingi halaman itu dengan perasaan takut dan terancam.
                                                           .......................................
                                                                  (to be continue)

Wednesday, April 29, 2015

Badai Feromon

Energy yang lama tak kurasakan sesekali muncul dan menghilang lagi. Dari sudut galaksi yang terpentok alunan cahaya dari sorot yang jauh. Dulu kusimpan dalam diam, menariknya dan kugenggam erat hingga tak satupun yang dapat kulepas. Dia adalah naga yang memuntahkan apinya tepat di ubun ubun ku dan magmanya mengendap dalam otak yang leleh. Selalu ku ambil dan ku ambil lagi, dari sudut kejauhan yang memancarkan warna panas menyala, setelah energy yang dia keluarkan dari mulutnya lalu kuambil bola merah dari dalam jantungnya yang harus ku simpan dan tetap ku simpan lagi. Ku keluarkan udara biru yang menyatu dalam bara panas yang merah menyala, bersatu dalam kisah satu waktu dan dimensi satu frekuensi yang memiliki gelombang fantasi. Melebur menjadi satu dalam perang dan bertempur dalam warna, gelap membagi sendu luas dalam keadaan sesak, mulai menyalakan semburan api yang jatuh tepat di atas lilin lilin kecil yang menerangi sebagian sudut ruang hampa. Kembali menari di atas landasan usang yang membagi kisah.

Dinding bergerak dan bercerita kepada ku menerangkan perjalanan ruang waktu dalam geliat menggeliat berjalan mengalun dengan aroma akar wangi feromon sebagai senjata perang saat ini dan usai hingga fajar tiba.
Sang naga menjatuhkan bola apinya lagi yang ku tangkap dan tak akan ku lepas hingga seluruh tubuh ku terbakar. Insting yang berlari kesana kemari membabi buta tak tau kemana dia harus mencari ujung jalan yang akan dia tempuh. Memberi ikatan dengan benang tipis di ujung jari dan sangat erat ku ikat hingga darahnya mencuat keluar dari dalam jaringan. Naga yang haus dan lapar keluar menggeliat terbang meninggalkan sisa pertempuran dan virus dalam ingatan menjangkit nadi nadi yang membuat otak ini semakin akan meledak. Ledakan yang tertunda akan meledak dalam rotasi waktu yang akan datang.


“Karena semua rencana di atur dalam diam dan energi yang menyatu dengan raga akan kembali lagi. Lalu pertempuran selanjutnya datang karena ini semua belum berakhir saat sang jingga meninggalkan singgasana nya dan kembali lagi dalam lingkaran semesta.”

Rintih Senja

Tersadar saat bulan terganti oleh matahari yang bercahaya begitu menyilaukan mata. Menjadi parang di saat hijaunya ladang yang lapang membiarkan kekuatan nya menajam di antara daun daun yang berkilau. Dia tak rapuh tak terlihat serapuh dulu saat memandang bulan yang elok. Kini hanya ada di dalam bayangan yang akan datang kuning menguning harum kesuburan bak padi yang matang menyuburkan kehidupan dan seisinya. Dia berjuang melawan dinginya malam melawan grafitasi dan memandang senja tak segundah dulu, tak perlu menantikan full moon untuk menjadikannya istimewa.




Bubu,

Sekarang hadir dalam langkah kecilku, selalu mengikuti…tak lepas dari elegy senja yang meninggalkan rona lembut. Selalu terbawa dalam dunia kecilku, berbagi nafas saat sesak, dan menghilang sesaat dalam lingkaran sebab itu kan menetetap mengendap dalam rotasi mu.

Tuesday, April 28, 2015

Singgasana Sang Jingga

Aku terlalu lama berkhayal hingga mataku buram dan kabur untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Aku menutup semua cahaya yang masuk di tiap celah ruangan ini. Aku tak mau satupun masuk, dan hanya cahaya dari satu pintu di depan ku yang ingin ku buka tapi pintu itu tak dapat ku buka. Aku terkunci di dalam ruangan kosong yang gelap dan tak satu pun cahaya yang masuk. Aku tak bisa melihat apapun di sini dan tak tahu keberadaan kunci itu.

Bulan telah pergi aku tak tahu mengapa bulan yang begitu indah dalam gelapnya bisa pergi, tak tahu indahnya terganti atau tidak.



Tak tersadar harus matahari yang berdiri bersinggasana dengan gagahnya, tak pernah terfikir oleh ku sang matahari yang sangat terang menyaingi bulan. Hahaha… aku tertipu, betapa bodohnya aku yang tak bisa melihat gagahnya matahari karena begitu bersinar terang menyilaukan mata sehingga tak terlihat dan tersamar membaur dengan bayangan pantulan pandangan mata ku.

                    …………………

Surat untuk Naji

   
  Aku menulis surat untuk seseorang yang berada jauh di sana dia bersama dingin. Terkadang aku terasakan dingin seperti yang apa dia rasakan. Aku tak tahu mengapan kita bisa sedekat ini meskipun waktu yang teramat singkat dan jarak yang jauh tapi aku merasakan ada sebuah ikatan yang semu. Memang tak terlihat nyata , hanya aku dan dia yang bisa merasakan nya.  Semua yang aku rasakan saat ini seperti bom waktu yang menghantam ku. Tengah berkisah bersama senja dan berkisah dengan bulan di dalam malam. Seseorang pernah berjanji tuk memberikan bulan padaku. Dia menunjukan keindahan yang sama seperti saat aku menikmati senja. Bulan itu besar terletak di hadapan ku melebihi besar lentangan tangan ku. Dia mengatakan keindahan yang sama seperti saat dia melihat ku. Tapi aku mengabaikannya saat itu. Bodohnya aku, aku baru merasakan ada yang berbeda pada nya, mungkin karena kita sering menghabiskan waktu bersama dan selalu menyisipkan tawa lepas dan celotehan yang mengisi tiap waktu yang kosong. Aku sangat nyaman bersama nya saat itu. Aku menjadi seorang penghayal dan terus membayangkan peristiwa bersama nya suatu saat nanti hingga kami bersama dalam waktu yang sama.

                                                          ........................


Berlari Lompat dan Terbang

Aku terbang bersama angin, langit gelap yang tak bersahabat membentengi alam bawah sadar ku. Ingin ku lepas apa yang ada dalam diriku menanggalkan semua yang menyakitkan, tapi itu menjadi hiasan di dalam panggung malam.

Berada di sebuah jalan yang panjang, lebar dan kosong. Pandangan ku melesat jauh ke depan hingga hanya sebuah titik kecil jauh terletak di hadapan ku. Hawa dingin menjerembab di sekujur tubuh, aku sudah tidak tahan dan ingin berlari sekencang kencangnya ketakutan dalam hati bercampur harapan akan ada sesosok orang yang menemani ku disitu hingga aku bisa memecahkan jalan yang terlihat sangat jauh.Aku terus berlari sekuat tenaga seolah ribuan prajurit perang sedang mengejar ku di belakang dan menjadikan ku buruan mereka.

Seketika mimpi ku pecah 
aku bangun 
namun sebagian bunga tidur masih menguasai raga ku, 
meninggalkan sisa 
dari cerita alam bawah sadar ku.

                                                          ……..